Kisah Senopati: Ki Ageng Mangir Dalam Historiografi Babad; Djoko Suryo (UGM) dalam buku dari Babad Dan Hikayat Sampai Sejarah Kritis; T Ibrahim Alfian.
Pendahuluan:
v Dalam penulisan sejarah berdirinya Mataram Islam abad XVI, banyak dijumpai tabir-tabir kegelapan yang perlu diungkapkan karena keterbatasan sumber dalam dan luar.
v Pasca abad XVI banyak sumber tertulis lokal atau luar (kolonial)
v H.J de Groft → penulisan Sejarah Jawa abad XVI diabaikan dan terjepit antara pencarian kajian arkeologis (para abad XVI) dan kajian kolonial (pasca abad XVI).
v Periode tahun tahun 1500-an sangat penting, banyak terjadi perubahan mendasar baik politik, sosial, ekonomi, budaya dan agama → masa lahirnya negara atau kerjaan tradisonal islam, runtuhnya Majapahit.
v Keterbatasan sumber → persoalan temporal historis Senopati Ingalaya (pendiri kerajaan Mataram) menurut C.C. Berg sejalan dengan persolan Ken Arok dan Anusopati (awal Majapahit), yaitu ketiga tokoh ini bukanlah tokoh historis melainkan tokoh mitos yang pernah ada atau rekaan si penulis. Hal ini banyak mendapat sanggahan (J.lL. Moens, F.D.K Bosch, H.J. de Graf, dan sebagainya)
v Tulisan ini membahas kehidupan Senopati Ingalaya di Pasar Gede /Kuta Gede terkait dengan tokoh lokal : Ki Ageng Mangir menurut sumeber babad.
Ø Kesejarahan Senopati sebagai pendiri dadn raja pertama (1584-1601) Mataram dapat diterangkan melalui sumber lokal dan kajian para ahli → pertentangan Senpoati dengan pemuka pedesaan Mataram (KI AgengMangir), pasca keruntuhan pajang dan demak.
Ø Penelitian hari jadi kabupaten Kab. Bantul dan pengembangan sejarah Kab. Bantul dijumpai kisah pertentangan Senopati dengan penguasa desa Mangir baik dalam ceritera legendaris maupun Babad Mangir. Cerita ini hingga kini masih dikenal oleh sebagian penduduk. Penamaan beberpa desa atau tempat tertentu di bantul banyak dikaitkan dengan tokoh K.A.Mangir dianggp Tokoh keramat (makamnya yang dianggap makamnya). H.J. Graaf memakai sumber Babad Tanah Jawi yang tidak pernah menyebutkan kisah pertentangan Senopati dan K. A.Mangir.
v 3 Versi Babad Mangir yang dijadikan sumber tulisan ini, yaitu:
Ø Serat Babad Mangir, Raden Ngabehi Suradipuro
Ø Babad Mangir, alih aksara balai penelitian bahasa
Ø Babad Bedhahing Mangir, Museum Sonobodayo Yogyakarta.
v Kisah terlukis pada pembangkangan K.A.Mangir terhadap Senopati (raja Mataram) yang baru saja membangun istananya di Pasar Gede /Kota Gede. K.A.Mangir tidak mau datang manghadap (sowan) ke istana Senopati sebagai tanda ketundukkannya sebagai kawula Senopati, daerah lain Kedu, Bagelan, Jepara, Madiun Pajang, dan
Alasan K.A.Mangir, yaitu:
Ø Keyakinan agama, yang hanya menyembah kepada Allah S.W.T
Ø K.A.Mangir ingin mempertahankan tanah warisan nenek moyangnya.
Ø Mangir merasa cukup kuat menghadapi Senopati, memiliki Kyai Baruhuping.Mangir hanya maumenyembah orang yang tahan atau tidak mati akan tombak kyai baruhuping.
Senopati selain mempercayai kesaktian tombak Mangir, juga tidak mau gegabah karena pengaruh Mangir cukup besar (desa-desa sepanjang alam Sungai Progo)
v K.A.Mangir → cucu Ki ageng Wanabaya (Ki Ageng Wanabaya I) pendiri desa Mangir dan mewariskan tombak Kyai Balukuping. Daerah Mangir sejak awal berdiri secara mantap dan belum pernah tunduk pada kekuasaan manapun. K.A. Mangir II tidak mau tunduk pada Pajang, K.A.Mangir III tidak mau tunduk pada Mataram (Senopati). Sewaktu Senopati mulai mengusik wilayah timur muara Sungai Progo, K.A.Mangir Muda atau yang terakhir bersama-sama pada Bekel dan Kades tetap tidak mau tunduk pada Senopati, hal ini akan merugikan secara ekonomi dan politik.
v Saran Adipati Mandaraka (K.Juru martani), Paman Senopati, usaha menundukkan Mangir harus dengan cara yang halus.Mangir dimasukkan ke dalam perangkap perkawinan tersamar dengan putri Senopati. Harapannya, Mangir menyerah dan tunduk dengan sendirinya karena ikatan perkawinan, tanap pertumpahan darah.
v Rencana penjebahkan, seneopati mengirim rombongan pertunjukkan wayang kulit keliling secara diam-diam (dalang, penabuh gamelan atau wiyaga, dan putri Senopati menyamar sebagai anak dalang tersebut) Tumenggung Jayasupanto atau K. Sandiguna sebagai dalang, Saudipa pada kendang, Saradula pada kenong, pada penabuh kempul ada Tumenggung Bocor, Nyi tumenggung Adisara pada penabuh gender dan menjaga putri Senopati atau anak Ki Saudiguna bernama Dewi Retno Pembayun. Pembayun diminta memikat hati K. A.Mangir hingga mau menikahinya.
v Rombongan mengaku sebagai pengikut Bupati
v Pertentangan Mangir-Senopati menggambarkan pergulatan otoritas desa-kota istana atau negara tradisional. Sebelum Mataram berdiri, telah ada desa-desa yang bertugas yang dikuasai dengan gelar Ki Gede atau Ki Ageng. Misalnya Ki Ageng Selo (nenk moyang dari Mataram), Ki Ageng Ngenis (penguasa Laweyan), Ki Ageng Pamanahan (penguasa desa Manahan), Ki Ageng Giring di Gunung Kidul, dan Ki Ageng Wanabaya atau Ki Ageng Mangir dan sebagainya.
v Ki Ageng Pemanahan kemudian hari dapat menurunkan tokoh Senopati, pendiri Mataram. Sebaliknya K.A. Wanabaya tidak demikia, bahkan keturunaannya harus tunduk pada keturunaan Pemanahan. Hal ini disebabkan K.A Pamanahan kesempatan menjalin hubungan dengan pusat-pusat kekuasan politik di zamannya (Pajang), sehingga memungkinkan Pemanahan mengorbitkan diri dan memperoleh kedudukan strategis. K.A. Wananbaya tidaka memiliki kedekatan dengan semcam itu, meskipun Pemanahan mapun Wanabaya keduanya adalah keturunan dari Sunan Kalijaga.
v Dari segi genealogis, baik Babad Tanah Jawi maupun Babad Mangir menggambarkan ke dua tokoh (Senopati dan K. A.Mangir) memiliki pangkal keturunan yang sama yaitu Majapahit. Ini kecenderungan umum historiografi tradisional menarik garis keturunan tokoh utam ke pusat sejarah yang terkemuka di masa silam, tujuan untuk menggambarkan bahwa tokoh bukanlah orang biasa.
Babad Tanah Jawi Babad Mangir
Brawijaya V + putri wandan Barawijaya V
↓ ↓
Bondan Kejawen /Lemtu Peteng Lembu Misani
↓ ↓
Ki Ageng Tarub Ki Ageng Wanabaya
↓ ↓
Ki Getas Pandawa Ki Ageng Mangir I
↓ ↓
Ki Ageng Selo Ki AgengMangir II
↓ ↓
Ki Ageng Ngenis Ki AgengMangir III
↓
Ki Ageng Pemanahan
↓
Senopati
v Wahyu atau pulung keraton dikaitkan dengan Ratu Kidul,memberi penguatan bagi Senopati menjadi raja (dalam Babad Tanah Jawi). Dalam BabadMangir, lembu misani mendapat wangsit bahwa ia tidak boleh mencita-citakan keturunannya menjadi raja, namun menjadi orang yang mulia saja. Ki Ageng Wanabaya mendapatkan perintah ghoib membuka TanahMangir, dimuara Sungai Progo dan memperoleh Kyai Balukpuing yang diramalkan mejadi pusata keraton. Tombak ini merupakan penjelmaan lidah ular besar yang dipotong Ki AgengMangir saat ular itu mencoba meraih ekornya untuk mengingkari gungun yang dipertintahkan oleh Wanabaya sendiri. Hal ini untuk membuktikan apakah ular itu (Balukuping ) yang tinggal di Rawa Pening itu benar-benar anak KA. Wanabaya dengan gadis desa di gunung itu. Si gadis hamil dan melahirkan ular karena tidak senjaga menduduki pisau K A Wanabaya.
v Kelahiran Mataram (Senopati ) ditandai reaksi daerah yang tidak mau mengakui dan tunduk pertentangan Senopati–K.AMangir menggambarkan kesatauan desa yang jauh sebelumnya telah berdiri.
Makna yang terkandung dalam babad mangir:
Dari babd ini ada legimitasi kekuasaan raja-raja Mataram supaya rakyat mengetahui tentang kekuasaan raja. Cara untuk melegimitasi :
Dibuatlah semua babad yang mengambarkan kehebatan seorang raja.Adanya peristiwa mengambarkan Senopati yang telah berhasil mengalahkan K.A. Mangir tanpa menggunakan peperangan namun dengan jalan damai sehingga rakyat akan memandang kehebatan raja dan dapat merebut senjata Kyai Balukuping. Babad Mangir ditulis oleh pujangga keraton pada zaman raja Sunan Agung.